Menanti akhir drama PSSI seperti itulah yang terjadi saat ini. Tepat pada peringatan ke 103 tahun Hari Kebangkitan Nasional, sepakbola Indonesia jatuh ke titik nadir. Kongres PSSI berakhir tanpa kepastian karena berujung deadlock.
Apakah sepakbola Indonesia akan berhenti disini karena ulah segelintir orang-orang yang tidak bertanggung jawab, tidak bermoral dan hanya mementingkan kepentingan kelompok mereka sendiri.
Lihat saja ulah Kelompok 78 pendukung Arifin Panigoro dan George Toisutta, yang mempertahankan kedua orang ini untuk menjadi calon Ketua Umum PSSI. Mereka ingin mengubah agenda Kongres dan mendesak agar FIFA memberikan alasan penganuliran George Toisutta dan Arifin Panigoro.
Oleh: Arie NugrohoBola – Sabtu, 21 Mei 2011 | 05:28 WIBINILAH.COM, Jakarta – Kongres PSSI yang berlangsung di Hotel Sultan, Jumat (20/5/2011) WIB, berakhir ricuh dan berujung pada ditutupnya Kongres PSSI oleh Ketua Komite Normalisasi Agum Gumelar. Inilah kronologi lengkap kericuhan tersebut.
Kongres PSSI berlangsung di Ballroom Hotel Sultan dan dimulai pada pukul 14.40 WIB dengan agenda tunggal yakni pemilihan Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, dan sembilan Anggota Komite Keksekutif PSSI periode 2011-2015.
Kongres dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya oleh seluruh peserta Kongres. Kemudian, dilanjutkan dengan sambutan Ketua Komite Normalisasi Agum Gumelar. Setelahnya, Ketua KONI Rita Subowo dan terakhir Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng menyampaikan sambutannya.
Ketiganya mengungkapkan pesan yang sama, yakni agar kongres yang dilansgsungkan bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional ini berjalan dengan tertib, lancar, dan dalam suasana persahabatan untuk memulai proses kebangkitan sepakbola nasional yang saat ini tengah terpuruk.
Saat itu, suasana masih terlihat cukup kondusif. Para peserta tampak khidmat menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan menanggapi dengan antusias sambutan ketiga tokoh olahraga nasional tersebut.
Akan tetapi, suasana mulai memanas selepas rehat usai pembukaan, sekitar pukul 16.00. Salah satu pemilik suara menginginkan agar petugas keamanan panitia dan para pihak-pihak yang tidak memiliki hak suara di dalam ruangan kongres untuk meninggalkan ruangan.
Yang kedua, para pemilik suara tersebut menginginkan adanya penjelasan dari Komite Banding Pemilihan terkait dengan putusan banding yang mereka buat pada 12 Mei silam.
Kemudian, sebagian peserta kongres juga mendesak agar FIFA memberikan alasan penganuliran George Toisutta dan Arifin Panigoro. Akhirnya, perwakilan FIFA Thierry Regenass yang tadinya hanya bertindak sebagai pengamat angkat bicara.
Permintaan pertama diakomodasi ketua KN dengan meminta pihak-pihak yang tidak memiliki hak suara untuk agak menjauh dari tempat duduk peserta, namun tetap berada di dalam ruangan.
Sementara untuk permintaan kedua tidak diakomodir karena ditegaskan Agum, hal tersebut tidak ada dalam agenda kongres.
Namun Agum memberikan kesempatan kepada Direktur Asosiasi dan Pengembangan Federasi FIFA Thierry Regenass memaparkan dengan jelas alasan penganuliran kedua nama tersebut.
Para pemilik suara yang dikenal dengan kelompok 78 itu tak puas dan tetap memaksakan diadakannya agenda mendengar penjelasan dari Komite Banding Pemilihan.
Silih berganti mereka mengajukan interupsi untuk topik yang sama dan hanya memberikan sedikit kesempatan kepada Agum untuk menjawab. Agum tetap pada keputusannya untuk tidak memberikan kesempatan.
Sebelum istirahat dan sholat Maghrib, ketua KN tersebut memberikan kesempatan untuk melakukan voting, menentukan akan tetap melaksanakan kongres sesuai agenda atau tidak. Kelompok 78 pun menyetujui.
Sekitar pukul 18.00 WIB, ketua Komite Normalisasi Agum Gumelar akhirnya mengumumkan bahwa Kongres diistirahatkan selama satu jam.
Inilah Kronologi Kericuhan Kongres PSSI (II)
beritajatim
Oleh: Arie NugrohoBola – Sabtu, 21 Mei 2011 | 05:58 WIBINILAH.COM, Jakarta – Suasana Kongres PSSI semakin bertambah buruk setelah istirahat. Hujan interupsi dari para peserta kongres silih berganti dan berujung pada ditutupnya kongres.
Setelah kongres kembali dimulai sekitar pukul 19.00 WIB, hujan interupsi terus terjadi. K78 meminta voting dilakukan untuk menentukan adanya penjelasan dari KBP, bukan untuk melanjutkan agenda kongres.
Debat pun kembali berlangsung hingga menjelang pukul 20.00. Agum sedikit melunak dan menawarkan voting tertutup mengenai waktu untuk penjelasan KBP, namun ditolak karena ingin voting dilakukan secara terbuka.
Namun setelah Agum menyetujui voting dilakukan secara terbuka, kelompok tersebut justru meminta dilakukan voting mengganti pemimpin kongres, yakni Komite Normalisasi.
Hujan interupsi tak henti silih berganti. Sebagian besar disampaikan dengan nada keras setengah berteriak atau berteriak. Suasana kongres tak ubahnya seperti arena orasi para pengunjuk rasa jalanan. Mereka tak lagi memedulikan giliran menyampaikan interupsi. Dengan mic ataupun tanpa mic, mereka menyampaikan pendapatnya masing-masing.
Pemimpin Sidang yang juga Ketua Komite Normalisasi kewalahan dan bahkan tidak sempat memberikan penjelasan karena baru mengucapkan beberapa patah kata sudah langsung ditimpa dengan interupsi lainnya.
Buntutnya, salah satu anggota Komite Normalisasi FX Hadi Rudiatmo memutuskan untuk mundur dan melakukan walkout dari arena kongres.
Akhirnya, sekitar pukul 20.45, Agum Gumelar memutuskan untuk menutup kongres karena menilai suasana kongres sudah tidak lagi kondusif dengan mengetuk palu sebanyak tiga kali.
“Karena situasi sudah tidak kondusif dan tidak memungkinkan kita menghasilkan suatu keputusan, maka dengan mengucap alhamdulillah dan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat Indonesia, dengan ini kongres saya tutup,” putusnya.
Betapa masyarakat bisa melihat secara langsung dan menilai sendiri drama Kongres PSSI. Orang-orang yang mengatasnamakan peduli terhadap nasib sepakbola Indonesia nyatanya hanya orang-orang kerdil yang mementingkan kepentingan kelompok mereka sendiri.
Kegagalan Kongres PSSI untuk kedua kalinya ini, akan berdampak besar bagi Indonesia. Sanksi tegas dari FIFA yang menentukan nasib Indonesia akan diumumkan 31 Mei. FIFA akan membekukan sepakbola Indonesia sampai kita bisa memenuhi instruksi dari FIFA. Tidak ada demokrasi secara harfiah dalam sepakbola.
Jika FIFA membekukan sepakbola Indonesia, dipastikan sepakbola Indonesia takkan berlaga di Sea Games XXVI, November 2011 mendatang. Kita dipastikan takkan menikmati sajian kompetisi Indonesia Super League (ISL) ataupun Liga Super Indonesia (LSI) tahun mendatang.
Mengutip perkataan pengamat sepakbola Gita Suwondo “Ingat, bukan FIFA yang menginginkan Indonesia masuk, tapi kita yang ingin masuk FIFA. Jadi mau tidak mau, meski FIFA tidak sepenuhnya bersih, Indonesia harus tunduk pada FIFA”.
Selayaknya ini menjadi bahan pemikiran kita semua rakyat Indonesia. Mari bersatu mewujudkan sepakbola Indonesia yang lebih baik lagi tanpa kepentingan kelompok, pribadi atau golongan hanya satu demi Indonesia.
Note: Saya menulis ini atas dasar keprihatinan terhadap nasib PSSI dan sepakbola Indonesia.
Saya sendiri sudah malas mengikuti beritanya 😐
karena sudah yakin akan ricuh, mari kita nonton acara yang lain saja… 🙂