Uncategorized

Kartini Era Digital

Visits: 222

Era Kartini

Kartini Era Digital
RA Kartini

Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai perjuangan para pahlawannya. Diantara sekian banyak nama pahlawan negeri ini, ada satu nama pembela emansipasi, dialah RA. Kartini. Betapa banyak pelajaran dari sikap atau hal yang dilakukan oleh seorang perempuan muda.

Saat teman-temannya sibuk dengan aturan, mengurusi keluarga, anak, dapur  dan sumur. Di zaman yang masih sangat minim dengan teknologi, Kartini mampu meretas jalan, menembus batas nalar dan berhubungan dengan dunia luar. Kartini memiliki banyak teman yang memberikannya masukan dan ilmu berharga tentang sebuah perjuangan, persamaan derajat dan kesetaraan. Suatu hal yang di zaman itu  menjadi hal tabu untuk disinggung ataupun dibicarakan.

Kartini muda terus ingin tahu dan bertanya “apa itu Emansipasi?”. Tentang amarahnya dengan aturan Jawa, yang mengharuskan seorang perempuan harus berjalan merangkak dalam keluarga ningrat. Kartini pun terus mengirimkan surat, bertanya dan berjuang bagi kaumnya. Kartini memberikan ilmu mulai dari membaca, menulis ataupun keterampilan rumah tangga seperti menjahit ataupun menyulam.

Inilah beberapa bagian isi surat Kartini :

  • Jika saja masih anak-anak ketika kata-kata “Emansipasi” belum ada bunyinya, belum berarti lagi bagi pendengaran saya, karangan dan kitab-kitab tentang kebangunan kaum putri masih jauh dari angan-angan saja, tetapi dikala itu telah hidup didalam hati sanubarai saya satu keinginan yang kian lama kian kuat, ialah keinginan akan bebas, merdeka, berdiri sendiri. (Suratnya kepada Nona Zeehandelaar, 25 Mei 1899)
  • Bagi saja ada dua macam bangsawan, ialah bangsawan fikiran dan bangsawan budi. Tidaklah yang lebih gila dan bodoh menurut pendapat saya dari pada melihat orang yang membanggakan asal keturunannya. (Suratnya kepada Nona Zeehander, 18 Agustus 1899)
  • Kami beriktiar supaya kami teguh sungguh, sehingga kami sanggup diri sendiri. Menolong diri sendiri. Menolong diri sendiri itu kerap kali lebih suka dari pada menolong orang lain. Dan siapa yang dapat menolong dirinya sendiri, akan dapat menolong orang lain dengan lebih sempurna pula. (Suratnya kepada Nyonya Abendanon, 12 Desember 1902)
  • “Vegetarisme itu doa tanpa kata kepada Yang Maha Tinggi.” (Suratnya kepada Nyonya Abendanon, 27 Oktober 1902)
  • Alangkah besar bedanya bagi masyarakat Indonesia bila kaum perempuan dididik baik-baik. Dan untuk keperluan perempuan itu sendiri, berharaplah kami dengan harapan yang sangat supaya disediakan pelajaran dan pendidikan, karena inilah yang akan membawa behagia baginya (Suratnya kepada Nyonya Van Kool, Agustus 1901)
  • Sesungguhnya adat sopan-santun kami orang Jawa amatlah rumit. Adikku harus merangkak bila hendak lalu di hadapanku. Kalau adikku duduk di kursi, saat aku lalu, haruslah segera ia turun duduk di tanah, dengan menundukkan kepala, sampai aku tidak kelihatan lagi. Adik-adikku tidak boleh berkamu dan berengkau kepadaku. Mereka hanya boleh menegur aku dalam bahasa kromo inggil (bahasa Jawa tingkat tinggi). Tiap kalimat yang diucapkan haruslah diakhiri dengan sembah. Berdiri bulu kuduk bila kita berada dalam lingkungan keluarga bumiputera yang ningrat. Bercakap-cakap dengan orang yang lebih tinggi derajatnya, harus perlahan-lahan, sehingga orang yang di dekatnya sajalah yang dapat mendengar. Seorang gadis harus perlahan-lahan jalannya, langkahnya pendek-pendek, gerakannya lambat seperti siput, bila berjalan agak cepat, dicaci orang, disebut “kuda liar”. (Surat Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899)
  • Bagi saya hanya ada dua macam keningratan : keningratan pikiran dan keningratan budi. Tidak ada yang lebih gila dan bodoh menurut persepsi saya daripada melihat orang, yang membanggakan asal keturunannya. Apakah berarti sudah beramal soleh, orang yang bergelar Graaf atau Baron? Tidak dapat mengerti oleh pikiranku yang picik ini. (Surat Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899)
  • Peduli apa aku dengan segala tata cara itu … Segala peraturan, semua itu bikinan manusia, dan menyiksa diriku saja. Kau tidak dapat membayangkan bagaimana rumitnya etiket di dunia keningratan Jawa itu … Tapi sekarang mulai dengan aku, antara kami (Kartini, Roekmini, dan Kardinah) tidak ada tata cara lagi. Perasaan kami sendiri yang akan menentukan sampai batas-batas mana cara liberal itu boleh dijalankan. (Surat Kartini kepada Stella, 18 Agustus 1899)
  • Orang kebanyakan meniru kebiasaan orang baik-baik; orang baik-baik itu meniru perbuatan orang yang lebih tinggi lagi, dan mereka itu meniru yang tertinggi pula ialah orang Eropa. (Surat Kartini kepada Stella, 25 Mei 1899)
  • Bolehlah, negeri Belanda merasa berbahagia, memiliki tenaga-tenaga ahli, yang amat bersungguh mencurahkan seluruh akal dan pikiran dalam bidang pendidikan dan pengajaran remaja-remaja Belanda. Dalam hal ini anak-anak Belanda lebih beruntung dari pada anak-anak Jawa, yang telah memilki buku selain buku pelajaran sekolah. (Surat Kartini kepada Ny. Van Kol, 20 Agustus 1902)
  • Aku mau meneruskan pendidikanku ke Holland, karena Holland akan menyiapkan aku lebih baik untuk tugas besar yang telah kupilih. (Surat Kartini kepada Ny. Ovink Soer, 1900)

Sumber: Wikiquote

EraDigital

Kartini Era Digital
Kartini Digital

Berkat perjuangan Kartini, kini  kini laki-laki dan perempuan sudah semakin setara. Kini kaum hawa sudah bisa menikmati pendidikan, bekerja dan bergaul. Meski isu gender masih terus menjadi perbincangan hangat dan tetap ada di sekitar kita. Bagaimana seorang laki-laki yang harus selalu dinomorSATUkan dan dikedepankan. Padahal terkadang potensi perempuan jauh diatas rata-rata laki-laki.

Berdasarkan data tingkat buta aksara di kalangan perempuan berumur di atas 15 tahun mencapai 11,61 persen dibandingkan hanya 5,44 persen di kalangan laki-laki. Apakah pendidikan itu sudah merata, nyatanya masih tidak bukan. Akhirnya angka ini juga memicu tingkat kesejahteraan masyarakat. Pendidikan yang rendah itu akan berujung pada rasa ketergantungan. Kaum perempuan tidak bisa mencari pekerjaan yang layak, dan akhirnya bergantung pada suaminya.

Memang kini semakin banyak Kartini baru yang lahir memperjuangkan persamaan gender, mengikis perbedaan dan memerangi kebodohan. Namun, bagaimana jika kita semua menjadi Kartini baru yang ikut memberikan warna bagi kehidupan.

Jangan pernah bertanya “apa yang bisa kulakukan?” . Tapi berdirilah dengan tegak dan mulailah memberikan manfaat bagi sesama. Hal yang bisa kau lakukan adalah berbuat sesuai bidang yang kita pahami, kita kuasai agar semakin banyak perempuan cerdas Indonesia.

Salah satu hal sederhana, jika kalian bisa nge-blog, tidak ada salahnya kita membagikan ilmu kita kepada mereka yang belum bisa nge-blog.  Karena dari blog – lah  banyak  lahir pemikir baru dan penggugah kehidupan yang akan memberikan perubahan dalam hidup.

 

Kartini Era Digital
Saat memberikan materi Jurnalisme Kampus di FK Unsri

Betapa saat ini peran dunia maya memberikan pengaruh yang kuat. Kalian tentu masih ingat kasus Prita yang dizhalimi RS Omni. Saat itu, peranan dunia maya yang bahu membahu memberikan dorongan dan kekuatan untuk kemenangan Prita.

Tidak hanya di kota besar saja, akses internet kini sudah menjangkau seluruh pelosok negeri. Bagaimana seorang pembeli di Belanda berhubungan dengan penjual online di Palembang yang meminta dikirimkan pempek dan kue delapan jam.

Jika semua perempuan Indonesia bisa mengakses internet, melek teknologi dan bijak menggunakan internet untuk berwirausaha, tentunya akan mendorong percepatan peningkatan perekonomian karena semakin banyak internet marketer yang lahir.

Kini mari bersama-sama, rapatkan barisan dan mulailah memberikan warna bagi kehidupan. Kita seharusnya tidak hanya menjadi penonton tapi kita juga bisa menjadi pemain dan ikut menang. Marilah kita berusaha “Man Jadda Wajada, Siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses”. Marilah kita berlomba memberikan manfaat sebanyak-banyaknya bagi seluruh umat.

 

Rasulullah SAW  bersabda, ” Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain ” (HR. Bukhari)

Selamat Hari Kartini

TV journalist, traveler, writer, blogger, taekwondo-in and volunteer. Bookworm, coffee addict, chocolate and ice cream lovers

5 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Translate »
HTML Snippets Powered By : XYZScripts.com