Festival Kopi Al Munawar yang digelar di Kampung Arab Al Munawar, 13 Ulu, Palembang, memang sudah berlalu. Namun masih teringat dalam ingatan dan rasa kopi yang tersesap.
Saya puas menyesap kopi di festival yang digelar di kampung yang penuh dengan nilai historis tersebut. Kampung Arab Al Munawar sendiri memiliki merek kopi tersendiri yang beberapa diantaranya masih eksis hingga saat ini. Sebut saja kopi Sendok Mas dan Kopi cap Onta yang hingga kini masih memberikan rasa kopi bubuk yang dicintai penggemarnya.
Kopi pertama yang saya cicip adalah Kopi Arab Bandrek yang terbuat dari rebusan jahe, cengkeh, kayu manis dan pandan lalu dicampur kopi dan susu. Tak cukup 1 gelas, saya pun menambah gelas kedua.
Selama 2 hari perhelatan Festival Kopi Al Munawar ini, pengunjung datang silih berganti sejak pagi hingga malam. Tidak hanya bisa melihat dan mencicipi langsung kopi asli Sumatera Selatan di booth seperti kopi Semendo, kopi PagarAlam hingga kopi asli dari Kampung Al Munawar. Bahkan panitia juga menyediakan 1000 cupping kopi gratis bagi pengunjung.
https://youtu.be/HfpjUmx_qOI
Para pengunjung tidak hanya bisa mengenal berbagai jenis kopi dari bumi Sumatera Selatan namun juga bisa belajar mengenal kopi mulai dari Arabica hingga Robusta termasuk cara penyajiannya. Mulai dari cara tradisional seperti kopi tiam, kopi bandrek, kopi Arab (kopi Zanzabil = kopi Rempah) V60 hingga Aeropress.
Pengunjung juga bisa melihat kompetisi barista menyajikan kopi hingga berbincang dengan para barista. Sambil menyesap kopi, ilmu tentang kopi pun bertambah, mengetahui jika kopi Arabica lebih kepada rasa asam sedangkan Robusta dengan rasa pahit yang kental.
Tidak hanya itu mata pun dimanjakan dengan nuansa tempo dulu dari keaslian arsitektur kampung Al Munawar. Sambil menikmati para peracik kopi memilihkan biji kopi terbaiknya, me-roasting hingga menyajikan untuk segera dinikmati. Pengunjung bisa tour, masuk ke dalam rumah-rumah tua yang menjadi saksi sejarah sejak lebih dari 350 tahun yang lalu.
Pihak panitia mengajak 16 pelaku usaha dan pemilik kedai kopi baik yang berada di Palembang, Pagaralam, Empat Lawang dan Muaraenim untuk menyajikan kopi terbaik mereka.
Pengunjung yang datang ke Festival Kopi ini tidak hanya dari Palembang, bahkan luar kota dan luar negeri. Selain itu panitia juga menggelar aneka workshop tentang kopi dan penyajian hingga pemanfaatan limbah kopi, puisi dan kopi maupun pemutaran film kopi. Dan tidak kalah menariknya di hari kedua Festival Kopi Al Munawar adalah melukis kopi. Para pengunjung diajak menggoreskan kuas diatas kertas dengan menggunakan tinta dari kopi,
Seniman asal Ubud Bali, Widi S. Martodihardjo yang berhasil memberikan inspirasi jika kopi tak hanya nikmat diminum namun juga goresan kuas dan kopi mampu menjadi karya seni yang indah.
Tidak hanya menikmati kopi, saya pun puas menikmati makanan khas Kampung Al Munawar. Mulai dari Nasi Minyak yakni nasi yang dimasak dengan menggunakan rempah-rempah dan disajikan dengan acar pengantin, sambal nanas dan daging malbi. Tak kalah enak yakni Bubur Sop, bubur yang dimasak dengan rempah-rempah baik untuk kesehatan.
Dan untuk pertama kalinya saya mencicipi kue Ka’ak, kue khas Kampung Al Munawar dengan rasa rempah-rempah yang biasanya disajikan saat lebaran. Dan terakhir Roti Saus, roti tawar yang dipanggang diatas telpon dengan menggunakan mentega lalu diolesi selai nanas dan disajikan dengan saus terbuat dari susu dan tepung maizena serta ditambahkan es .
Gelas kelima saya di hari pertama Festival Kopi Al Munawar adalah menikmati kopi Zanzabil (Kopi “Rempah” Arab). Ini adalah sebagian bumbu (rempah-rempah) yang terdapat didalam kopi Zanzabil. Kopi Zanzabil terbuat dari berbagai rempah-rempah mulai dari kayumanis, cengkeh, kapulaga, jahe emprit, merica, jintan, pekak (bintang), serai, daun pandan dan gula merah. Seluruh ramuan rempah-rempah tersebut direbus selama 2 jam barulah akhirnya dimasukkan kopi Sendok Mas ke dalamnya. Untuk 1 panci ukuran 10 liter diperlukan 250gram kopi bubuk.
Kampung Al Munawar kini merupakan salah satu destinasi wisata di Palembang dan Sumatera Selatan. Ternyata tidak hanya menyimpan sejarah yang patut dipelajari. Namun ternyata riwayat kopi di Al Munawar telah dimulai sejak masa penjajahan Belanda. Bahkan sejak tahun 1960-an Kampung Al Munawar telah memproduksi kopi dengan berbagai merek, mulai dari merek ABK, Kenari, Gunung Serelo (Onta) hingga Sendok Emas.
Perjalanan kopi dan kampung Arab Al Munawar akan terus berlanjut, seiring zaman dan bergulirnya mari terus menyesap kopi.
Kalau bicara soal kopi, saya cuma bisa nelan ludah. Dah hampir setahun tidak minum kopi atas saran dr.
Duh semoga segera pulih mas, saya pernah merasakan hal itu, menyiksa sekali
Wah asyiknya