“San, datang ke acara PKK yuk, ada VCT nih”
Begitu pesan yang masuk di handphone saya. Buru-buru saya menjawab pesan dari teman yang kerja di bagian penerangan Pemprov Sumsel tersebut.
Saya : “VCT apaan sih?”
Teman: “VCT itu Voluntary Counseling and Testing, test untuk mengetahui terinfeksi HIV/AIDS”
Saya : “Wah, menarik sekali nih”
Saya tidak pernah menduga jika Tim Penggerak PKK Sumsel mengambil peranan dalam penanggulangan HIV/AIDS. Bahkan test ini dilakukan satu bulan sebelum peringatan Hari AIDS Sedunia 2017. Seperti yang diketahui jika setiap tanggal 1 Desember, diperingati sebagai Hari AIDS Sedunia.
Ternyata tahun ini, peringatan Hari AIDS Sedunia dipusatkan di kota Palembang. Momen sebagai tuan rumah ASIAN Games 2018 menjadi salah satu hal membuat kota pempek terpilih. Ada banyak kegiatan yang digelar mulai dari Workshop Blogger Palembang di Hotel Excelton Palembang, puncak peringatan Hari AIDS Sedunia 2017 di Griya Agung Palembang dan Nonton Bareng Film Balukarna.
Di tahun ini Kementerian Kesehatan RI mengambil tema dengan taggar #Saya berani #Saya Sehat.
“Berani untuk apa? Berani untuk secara sukarela melakukan tes agar bisa mengetahui jika terinfeksi HIV/AIDS atau tidak .
Saat Workshop Blogger Palembang di Hotel Excelton Palembang, pada Senin, 4 Desember 2017, para blogger juga diajak untuk melakukan VCT.
Apa Beda HIV dan AIDS
Hingga saat ini banyak yang belum mengetahui perbedaan antara HIV dan AIDS. HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus penyebab Aqcuuired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), kumpulan gejala penyakit karena menurunnya kekebalan tubuh.
Kepala Hubungan Media dan Lembaga Biro Komunikasi & Pelayanan Masyarakat Kemenkes RI, Indra Rizon SKM M.Kes mengajak untuk memulai hidup sehat seperti olahraga setiap hari, minimal 30 menit, makan buah dan sayur, dan terntunya melakukan deteksi dini penyakit, termasuk juga penyakit HIV/AIDS. Pasalnya mengobati penyakit itu membutuhkan biaya besar sehingga mencegah jauh lebih baik daripada mengobati. Untuk itu, dengan mulai menjaga kesehatan dari diri sendiri dan keluarga, tentu kehidupan akan menjadi lebih baik.
Sementara itu Kasubdit HIV/AIDS dan PIMS Direktorat Pencegahan Penyakit Menular Langsung (PPML) Kemenkes RI, dr. Endang Budi Hastuti menyatakan kasus HIV di Indonesia ditemukan sekitar 110 kasus per hari dan 40 ribuan kasus per tahun dengan total kasus 242.699 hingga bulan Maret 2017.
Sementara itu Kabag P2P Dinas Kesehatan Provinsi Sumsel, Feri Yanuar, SKM, MKes mengungkapkan situasi HIV AIDS di Sumatera Selatan pada tahun 1995 sd September 2017 sebesar 1329 kasus HIV dan 1377 kasus AIDS dengan total 2706 kasus. Kasus HIV/AIDS lebih banyak terjadi pada usia produktif dengan presentase kumulatif: 1% terjadi pada usia 15-19 tahun, 36% terjadi pada kelompok usia 20-29 tahun, 40% terjadi pada kelompok usia 30-39 tahun dan 13% terjadi pada kelompok usia 40-49 tahun.
Rasio HIV antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1 sedangkan AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 4:1. Faktor resiko terbanyak heteroseksual 65%, homoseksual 28% dan perinatal 4% atau penularan dari ibu keanak atau dari suami ke istri. Bahkan persentase kasus terbanyak saat ini peningkatannya adalah ibu rumah tangga.
Ibu rumah tangga adalah kaum yang kurang bisa terlindungi, apalagi jika suami tidak setia. Para IRT tidak memiliki posisi tawar dan hanya menerima penularan HIV/AIDS dari pasangan. Apalagi jika tidak teredukasi yang baik menjadi golongan “silent population”. Seperti halnya remaja putri yang juga tidak mendapatkan edukasi tentang kesehatan seksual dan reproduksi.
Pada peringatan Hari AIDS Sedunia 2017, pemerintah mengajak seluruh pihak untuk bersama-sama mengurangi resiko penularan virus HIV. Bahkan dicanangkan program Fast Track 90-90-90, sebuah strategi dengan cara Temukan, Obati dan Pertahankan (TOP).
Program Fast Track 90-90-90 meliputi: 90% orang yang hidup dengan ODHA sudah mengetahui status HIV mereka melalui tes atau deteksi dini; 90% ODHA yang tahu status HIV sudah melakukan pengobatan Antiretroviral (ARV); dan 90% ODHA telah berhasil menekan jumlah virus dengan melakukan pengobatan ARV sehingga mengurangi penularan HIV; dan nantinya tidak ada lagi stigma negatif dan diskriminasi ODHA.
Hal ini dilakukan untuk mencapai target Three Zero pada 2030, yaitu:
1. Tidak ada lagi penularan HIV
2. Tidak ada lagi kematian akibat AIDS
3. Tidak ada lagi stigma dan diskriminasi pada orang dengan HIV AIDS (ODHA).
Hidup dengan ODHA
Hidup sebagai orang dengan HIV/AIDS (ODHA) bukan perkara mudah. Bahkan Ayu Oktariani, Dewan Penasehat Ikatan Perempuan Positive Indonesia awalnya sempat terpuruk saat mengetahui didiagnosis positif HIV. Baginya itu ibarat bunyi lonceng kematian.
Ayu terinfeksi HIV tahun 2009 dari suaminya yang pengguna Napza. Saat itu Ayu tidak mengetahui jika HIV bisa menular juga melalui jarum yang digunakan pengguna Napza. Seorang temannya menyarankan agar suaminya melakukan tes HIV karena riwayat sebagai pengguna Napza. Ayu sendiri mengalam ciri-ciri penurunan berat badan drastis hingga 35 kg, terdapat jamur di lidah dan diare.
Namun Ayu menolak, karena berdasarkan Standard Operation Procedure (SOP) layanan kesehatan, jika seseorang terinfeksi maka istri, anak, atau suami harus menjalani pemeriksaan. Setelah mendapatkan banyak dukungan dari teman-teman dan keluarga, Ayu memberanikan diri melakukan pemeriksaan dan terbukti Ayu positif HIV. Karena kondisi suami Ayu bertambah buruk, suami Ayu meninggal pada 2009 silam.
Dukungan penuh dari orangtua dan saudaranya menjadi kunci bagi Ayu untuk bisa bertahan hingga saat ini. Bahkan Ayu memiliki support system dari keluarganya. Di masa awal pengobatan, seluruh anggota keluarga memiliki alarm mengingatkan Ayu untuk terapi Anti Retroviral (ARV) . Baginya dukungan keluarga dan mengonsumsi ARV secara rutin menjadi kunci pemulihan.
Bagi ODHA mereka harus mengkonsumsi ARV, obat untuk HIV/AIDS. Namun karena tidak membunuh virus, sehingga ODHA harus mengkonsumsi ARV setiap hari pada jam yang sama dan tidak boleh skip, karena jika skip bisa resisten. Selain itu ODHA juga bisa menikah dengan pasangan tidak terinfeksi dan punya anak tanpa HIV/AIDS. Tapi tentunya harus mengikuti aturan dan petunjuk dari dokter.
Sejak tahun 2014 Ayu berani speak up tentang ODHA, bahkan sejak 2011 Ayu berbagi tentang daily life seorang ODHA di blog www.sukamakancokelat.com. Ayu membuktikan jika ODHA bisa beraktivitas normal dan mematahkan stigma buruk mengenai HIV itu sendiri. Bahkan sejak 2014 Ayu kembali menikah kepada seseorang yang negatif HIV.
Hingga kini masih banyak stigma negatif dan salah tentang HIV/AIDS. Padahal ODHA sangat membutuhkan dukungan penuh dari keluarga dan lingkungan agar bisa bertahan hidup. Seperti Antoni Blanco, seorang ODHA yang juga menikah dengan sesama ODHA.
Baginya untuk bisa sehat seperti saat ini dengan melakukan terapi ARV. Pasalnya dengan mengkonsumsi ARV secara rutin, ODHA bisa tetap sehat dan produktif. Karena terapi ARV ini bisa menekan jumlah virus HIV yang ada di tubuh sekaligus menjaga kekebalan tubuh (CD4 > 350). Bahkan konsumsi ARV bagi ODHA bisa mencegah penularan HIV/AIDS termasuk untuk penularan Ibu ke anak ataupun ODHA yang menikah dengan pasangan yang negatif HIV/AIDS.
Kebanyakan saat orang terinfeksi HIV langsung merasa sedih dan down, mengucilkan diri dan tidak mendapatkan dukungan. Tindakan diskriminatif dari keluarga dan masyarakat akhirnya malah memperparah kondisi fisik ODHA jika tidak segera diobati. Sehingga menghapuskan stigma dari ODHA itu sendiri bisa membuat ODHA berani untuk memeriksakan diri dan tentunya melakukan terapi ARV.
Ternyata ODHA juga bisa hidup normal, bisa menikah dan memiliki keturunan, tentunya dengan pengawasan dari dokter dan mengikuti program “prevention mother to child (PMTC)/ pencegahan penularan HIV dari Ibu ke anak (PPIA). Sehingga nantinya ODHA bisa melahirkan anak tanpa HIV. Namun untuk ODHA yang ingin memiliki anak dan hamil harus berkonsultasi terlebih dahulu ke dokter, untuk mengetahui tes kekebalan, tes IMS, dan dilakukan di masa subur. Dan kabar baiknya ada 50ribu ODHA dengan pasangan tidak terinfeksi bisa memiliki anak tanpa HIV.
Karena dari Workshop Blogger Palembang memperingati Hari AIDS Sedunia 2017 di Hotel Excelton Palembang saya mengetahui informasi yang benar jika HIV/AIDS tidak mudah menular. Cara penularannya sangat terbatas seperti dari hubungan seksual, berbagi jarum suntik, produk darah dan organ tubuh, dan Ibu hamil positive HIV ke bayinya. Dan untuk pengobatannya sendiri bisa menggunakan BPJS sedangkan untuk obat-obatan seperti ARV dicover oleh Kementerian Kesehatan.
Begitu banyak manfaat yang didapatkan dari Workshop Blogger, tidak hanya mendapatkan informasi yang benar soal HIV/AIDS tapi juga ada sesi journalism blog bersama Mas Yudhie dan workshop creative writing bersama Kang Arul.
Last but not least, ada enam hal yang bisa dilakukan untuk mencegah dan mengatasi HIV/AIDS yakni:
• Pertama bagi yang belum pernah melakukan perilaku berisiko, pertahankan perilaku aman ini dengan tidak melakukan seks berisiko atau menggunakan narkoba suntik).
• Kedua jika sudah pernah melakukan perilaku berisiko, lakukan tes HIV segera!
• Ketiga jika tes HIV negatif, tetap berperilaku aman dan menghindari hal-hal yang beresiko menularkan HIV.
• Keempat jika terbukti tes HIV positif, selalu menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual, ikuti petunjuk dokter dan konsumsi obat ARV, agar hidup tetap produktif walaupun positif HIV.
• Kelima saat bertemu ODHA, bersikap wajar dan jangan mendiskriminasi atau memberikan cap negatif kepada mereka, dan berikanlah dukungan untuk mereka.
• Keenam saat berinteraksi dengan ODHA, jangan takut tertular, karena virus HIV tidak menular baik itu melalui sentuhan, keringat, maupun berbagi makanan. HIV hanya menular melalui cairan kelamin dan darah.
Ayo deteksi sedini mungkin, jangan takut, berani bersuara Saya Berani, Saya Sehat.
ODHA bisa hidup normal ya asalkan penanggulangan dan pengobatannya intens..