Sedikit catatan kecil usai dari aksi May Day yang dilakukan Forum Pewarta Sumsel di Bundaran Air Mancur Palembang, Sabtu (01/05/2010).
Ditengah situasi krisis, kaum imperialis terus berusaha menggenjot produksi untuk menghasilkan akumulasi keuntungan yang berlipat-lipat. Kaum buruh dan rakyat pekerja lainnya kemudian menjadi korban dari keserakahan kaum imperialis ini. Kaum buruh dipaksa bekerja lebih keras, ditindas dan dihisap tanpa dipedulikan kesejahteraannya.
Melihat konteks upah kerja yang rendah (termasuk yang dialami buruh tani di pedesaan) dan tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, ancaman PHK massal yang datang sewaktu-waktu, jam kerja yang panjang (buruh migrant), larangan untuk berorganisasi atau berserikat kembali mengemuka dan menjadi masalah utama bagi kaum buruh.
Semua masalah tersebut tidak lepas dari dominasi kepentingan imperialism atas negeri-negeri setengah jajahan seperti Indonesia. Hal ini diperkuat oleh kedudukan pemerintah yang lebih memilih menjadi rejim boneka, pelayan kepentingan tuan imperialis daripada melayani kepentingan rakyat Indonesia sendiri.
Sehingga, menjadi sebuah keharusan bagi seluruh rakyat Indonesia, baik kaum buruh termasuk buruh migrant, kaum tani, pemuda dan mahasiswa, perempuan dan seluruh sektor yang ada, baik kalangan jurnalis untuk menggalang persatuan dan menggelorakan perjuangan merebut hak-hak yang selama ini dirampas.
Mengkampanyekan lebih luas, melakukan pemblejetan (pelucutan) kepada rejim, bahwa mereka yang saat ini berkuasa adalah akar persoalan bagi jutaan rakyat di Indonesia. Pengalaman perjuangan kaum buruh yang terjadi ratusan tahun silam, penting untuk menjadi inspirasi, pelecut semangat bagi seluruh elemen yang ada sekarang untuk melakukan perjuangan yang lebih baik, secara kuantitas juga kualitas.
Sejarah telah memberikan pelajaran penuh makna, bahwa konsistensi dalam perjuangan, kerja keras yang tak kenal lelah, akan memberikan buah manis terhadap kondisi jutaan rakyat diseluruh negeri. Mayday harus menjadi sebuah momentum, bagi bangkitnya gerakan rakyat, menggemakan aspirasi perjuangan rakyat sekaligus menjadi arena untuk menggelorakan tuntutan rakyat menolak perampasan atas upah, tanah dan pekerjaan.
Sementara itu, dikalangan pekerja media, terjadi kekhawatiran munculnya praktek pemberangusan Serikat Pekerja (Union Busting) disejumlah industri media serta masih rendahnya upah dan kesejahteraan jurnalis di Indonesia. Masih banyak ditemukan jurnalis yang digaji di bawah standar Upah Minimum Provinsi (UMP). Fenomena tren PHK massal bagi pekerja media massa terjadi skala nasional terjadi disamping konflik ketenagakerjaan aturan kerja sebagai imbas dari ketidakjelasan aturan kerja hingga masalah kesejahteraan bermunculan.
Maka dari itu, Forum Pewarta Sumsel menyatakan,
1. Naikan Upah Sesuai dengan Kebutuhan Hidup Layak
2. Hentikan PHK dalam Bentuk Apapun
3. Hapuskan Sistem Kerja Kontrak dan Outsourching
4. Berikan Jaminan Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Berorganisasi
5. Pemenuhan jaminan sosial, kesehatan dan hari tua
Kordinator Aksi
Retno Palupi
Organisasi yang tergabung dalam aksi ini :
1. Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
2. Ikatan Jurnalis Ttelevisi Indonesia (IJTI)
3. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI)
4. Persatuan Wartawan Multimedia Indonesia (Perwami)
5. Wartawan Sumsel
HIdup buruh!
(karena jurnalis juga buruh hehe)
memang benar mbak, masih banyak jurnalis yang digaji pas-pasan, maalah dibawah UMP 🙁
*sambil liat struk gaji*
kata2 mayday, malah mengingatkan saya pada sebuah film anak2 jaman dulu “mei dei mei dei soe”, ups (maaf) 😀
semoga kaum buruh termasuk saya juga dapat hidup layak ya…..
mayday itu bukannya kata lain dari S.O.S yang buat minta pertolongan????
hehehehehehehe