Review Tukar Buku "Hati Tak Bersudut"

Cukup lama juga mereview hasil dari kopdar tukar buku yang digelar bersama blogger wongkito.net .

kopdar tuker buku 2

Kopdar ini digelar Sabtu, 6 Februari 2010, di Batagor Ikhsan Jalan Basuki Rahmad Palembang. Pesertanya sih ada 11 , ternyata memang tidak  mudah mencari teman – teman yang memiliki ide sama *membaca*.

kopdar tuker buku 1Walhasil setelah berulang kali mengoncang nomor , akhirnya diriku mendapatkan buku dari Mama Fa , dan lucunya Mama Fa juga mendapatkan buku ku hihihihi 😀

kopdar buku 4

hati tak bersudutApa yang kita berikan akan kembali lagi kepada kita, ceritanya diriku memberikan buku motivasi islam, dan akhirnya diriku juga mendapatkan buku motivasi islam dari Lebah Cerdas “Hati Tak Bersudut”.

Hmmmm ini saatnya mereview , setelah tuntas membaca buku ini dalam perjalanan  liputan menuju ke Desa Muara Penimbun Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir. Sumsel.

Buku ini menyajikan kisah perjalanan dari Lebah Cerdas atau Baban Sarbana sejak awal nge-blog. Dari seluruh cerita yang tersaji, diriku benar – benar tersentuh dengan kisah seorang ibu “Keputusan dalam Ke-putus asa-an”. Diriku mengambil kisah dalam buku ini sebagai bahan renungan bagi kita semua.

Ini cerita tentang seorang ibu, yang punya profesi sebagai pengamen, bersama suami dan anaknya. Anaknya kemudian menjadi juara dalam sebuah talent cotest di sebuah TV swasta.

Jauh sebelum sukses, mereka adalah keluarga yang sangat miskin. Suaminya seorang pengamen jalanan, yang idealis. Mereka punya anak 5. Kemiskinan yang tidak disikapi dengan kebesaran hati, kadang membuat hidup jadi sempit. Hidup yang sempit akan menghasilkan keputus asaan.

Dalam ke-putus asa-an itulah, keputusan yang diambil menjadi tak rasional. Seperti ibu ini. Sebutlah Ibu Santi.

Ibu Santi tak kuat menghadapi tekanan hidup. Kemudian mengambil keputusan untuk bunuh diri. Suaminya juga tak bisa berbuat apa-apa. Usaha keras sudah dilakukan, tapi, seringkali menyerah pada nasib yang jadi pilihan.

Di rumah petaknya yang terdiri dari 2 kamar, Ibu Santi menerawang, melihat langit-langit kamar. Suaminya tertidur pulas. Di tangan Ibu Santi, tergenggam kain panjang. Tempat tidurnya terbuat dari kayu, dengan tiang di setiap pinggirnya, dan atasnya pun ada tiang yang posisinya horizontal untuk menaruh kelambu, agar tempat tidur mereka agak tertutup, tak kelihatan dari luar. Karena batas kamar mereka dengan kamar anak-anaknya hanyalah seuntai kain lusuh.

Ibu Santi berniat bunuh diri. Kain panjang itu kemudian dibuat seperti laso. Ujung satunya dikaitkan ke tiang horizontal, diikat kuat-kuat. Ujung satunya lagi, yang sudah membetuk tali laso, diikatkan ke lehernya. Kemudian Ibu Santi mengambil kursi kecil untuk injakan.

Ibu Santi mengambil ancang-ancang. Matanya terpejam. Ibu Santi menjejakkan kaki ke kursi, memegang lehernya yang sudah terlilit kain panjang.

Dan…..BRAAAAAAAAAAAAAAK!

Tiangnya patah. Suaminya bangun. Kucek-kucek mata. Kaget luar biasa melihat Ibu Yanti yang tergeletak di lantai. Suaminya menolong Ibu Santi bangun. Suaminya senyum-senyum, dan berkata,

“Makanya, kalau mau bunuh diri, timbang badan dulu, ukur kekuatan tiangnya….”

Ibu Santi meringis, kesakitan. Percobaan bunuh dirinya gagal.

Ibu Santi kembali ke tempat tidur. Menangis sesegukan di pelukan suaminya. Anak-anak datang, karena mendengar ribut-ribut di kamar orang tuanya.

Itu kali pertama percobaan bunuh diri Ibu Santi, keputusan yang diambil dalam ke-putus asa-an.

Karena sudah tahu isterinya akan melakukan percobaan bunuh diri lagi, maka suaminya membuang segala macam perlatan yang memungkinkan isterinya bunuh diri, termasuk baygon, sabun, dll.

Ibu Santi tak hilang akal. Kali lain, ketika di kamar mandi tak ditemukan cairan untuk bunuh diri, dia segera ke dapur. Ada cuka disana. Satu botol diminumnya. Belum habis, suaminya datang, merebut botol cuka yang tinggal sedikit isinya.

Isterinya tak mati, tapi tangannya sibuk memegang mulutnya. Bibirnya membesar. Bengkak. Suaminya segera mengambil kipas kayu. Segera saja Ibu Santi duduk di lantai dapur. Di depannya, suaminya sibuk mengipas-ngipas bibir yang seperti karet yang dicelup ke minyak tanah. Membesar alias dower.

Dua minggu lamanya, setiap hari, suami Ibu Santi rutin mengipasi bibir isterinya. Dua minggu itu pula, Ibu Santi tak bisa bicara. Hanya menangis.

Ke-putusa asa-an Ibu Santi membuatnya mencoba bunuh diri yang ketiga. Cuka sudah tak ada. Kini Ibu Santi pergi ke dapur. Diikuti suaminya. Dibiarkannya Ibu Santi mengambil sebotol cairan dari dapur. Dibiarkannya Ibu Santi meminum habis cairan itu. Suaminya senyum-senyum.

Ibu Santi tak jadi mati. Hanya meringis, menahan cairan yang melalui tenggorokannya. Suaminya kini ketawa. Setelah habis, suaminya bertanya ke Ibu Santi,

“Gimana rasanya?”tanya suaminya.

“Geli…” jawab Ibu Santi, malu. Akhirnya keduanya tertawa. Ibu Santi meminum minyak goreng dari botol itu. Pantas saja tak mati, hanya geli ketika melalui tenggorokan.

Suaminya mengajak Ibu Santi ke depan rumah. Dia berencana pergi ke Jakarta. Uang hanya punya Rp 25.000. Suaminya berniat membawa 1 anaknya, yang memang rajin membantu dan bisa ngamen.

Sampai di Jakarta, perjuangan keras pun dimulai. Mereka bertiga kini tak putus asa. Bertahun-tahun usaha, akhirnya anaknya pun mengikuti talent kontes menyanyi di sebuah TV nasional, dan cerita hidup yang luar  biasa serta talenta yang baik, membuatnya menjadi juara.

Keputusan dalam ke-putus asa-an tak pernah bisa membuah hidup jadi lapang. Keputusan ketika tak putus asa, membuat hidup miskin adalah ujian untuk menghasilkan kebahagiaan. Ukurannya hanyalah waktu.

((Diceritakan oleh ‘Ibu Santi’ di samping studi PFN, Otista; disaksikan suami dan anaknya yang kini sudah jadi penyanyi profesional, bisa membelikan rumah dan mobil untuk kedua orang tuanya)))

Kualitas hidup seseorang bukan ditentukan dari kondisi yang dialaminya, akan tetapi bagaimana dia menghadapi kondisi tersebut. Hati adalah faktor utama penentu kesuksesan seseorang dalam menyikapi kehidupan.

13 thoughts on “Review Tukar Buku "Hati Tak Bersudut"”

  1. hmm….. koq segitunya si ibu santi ini 😕 mungkin memang ini yang dijadikan judul bukunya. tapi ini true story ato cuman fiksi belaka ❓
    salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan

    Reply

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Translate »
HTML Snippets Powered By : XYZScripts.com