Review,  Review Buku

Review The Last Empress

Visits: 15194

Judul Buku : The Last Empress
Penulis : Anchee Min
Penerbit : Hikmah (Mizan Group)
Jumlah Halaman : 538 Halaman
Harga : Rp. 68.000
ISBN : 9789791141871
My rating: 4 of 5 stars

Novel fiksi sejarah karya Anchee Min berisi catatan kehidupan Ibusuri Cixi (disebut sebagai Anggrek) dari saat ia memperoleh kekuasaan sebagai Ibusuri Tzu-Hsi, hingga kematiannya pada usia 72 tahun. Novel ini merupakan sekuel dari novel Empress Orchid.

Cerita dimulai dengan kematian ibu Anggrek, dan meningkatnya konflik antaranya dengan Pangeran Kung mengenai masalah politik. Hubungan Anggrek dengan putranya, Tung Chih, juga memburuk. Bila dalam novel sebelumnya, kita akan dibawa dengan keindahan kota terlarang, dan betapa repotnya tatacara kekaisaran Cina. Maka pada sekuel ini lebih banyak nuansa kelabu.

Kekaisaran Cina yang mulai rapuh, kekuatan asing yang semakin merajalela. Disinilah kita akan disuguhi sebuah dongeng tentang diplomasi antarnegara. Bagaimana diplomat Cina di masa itu, harus bernegosiasi untuk mempertahankan wilayahnya dari negara asing.

Sementara di dalam negeri sendiri, terjadi pergolakan yang luar biasa, menuntut Kaisar mengusir kekuatan asing. Tarik-menarik kepentingan tergambar juga dengan jelas disini. Dan akhirnya aku belajar bagaimana seorang pemimpin harus mempertimbangkan begitu banyak variabel saat mengambil keputusan.

Bagaimana Ratu Yehonala, yang sudah mulai renta, harus berpikir keras menjaga keseimbangan politik untuk menjaga kelanggengan dinastinya. Di satu sisi, dia tahu tidak akan mampu menghadang kekuatan asing keluar dari negaranya. Karena melawan secara frontal berarti bunuh diri. Karena kekuatan militer Cina tak akan mampu membendung pasukan asing, dan teknologi mereka yang canggih.

Cina yang mengagung-agungkan dirinya sebagai yang terhebat, dan menganggap orang-orang Barat itu sebagai Bangsa Barbar, telah disadari oleh Ratu Yehonala sebagai sebuah kesalahan besar.Cina mungkin mempunyai teknologi tinggi di masa lalu, tapi kini mereka kalah jauh dengan teknologi yang dimiliki oleh negeri Barat.

Di sisi lain, golongan konservatif tidak menginginkan perubahan. Mereka juga tidak menginginkan adanya orang-orang asing amsuk ke negaranya. Mereka mulai menghasut untuk menciptakan kebencian pada orang asing. Kemudian menimbulkan sebuah gerakan yang disebut “Boxer”. Mereka adalah para petani miskin yang putus asa, karena berbagai bencana alam, yang menyebabkan mereka gagal panen dan kelaparan.

Konteks seperti ini, seakan mirip dengan apa yang terjadi saat ini. Sejarah memang berulang. Dan saatnya kita mulai belajar. Sangat impresif, karena aku belajar bagaimana seorang diplomat yang piawai bernegosiasi. Dan seorang pemimpin sejati harus mengakomodasi dan mengambil keputusan yang sulit.

View all my reviews

TV journalist, traveler, writer, blogger, taekwondo-in and volunteer. Bookworm, coffee addict, chocolate and ice cream lovers

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Translate »
HTML Snippets Powered By : XYZScripts.com