Menjaga sikap dan kata – kata itulah pelajaran berharga yang kuterima saat aku liputan di hari Jum’at 17 Oktober 2008. Kita selalu diingatkan untuk berhati – hati, dengan kata – kata dan sikap kita yang terkadang bisa membahayakan diri sendiri atau orang lain.
Bahkan ada peribahasa “Mulutmu harimaumu” . Hari itu aku mendapatkan pelajaran berharga dari menjaga sikap dan kata – kata. Seperti biasa aku menjalankan rutinitas harianku dengan melakukan peliputan berita dan pengambilan gambar berita.
Namun sayang ketika asyik mengambil gambar di hotel Sandjaya, tiba – tiba orang yang kuambil gambarnya langsung marah – marah dan nunjuk mukaku… karena gak suka diambil gambar dan tidak meminta izin untuk mengambil gambar dirinya sehingga itu melanggar privacynya. Padahal dua ibu itu hanya sedang mengobrol dan memegang tiket pesawat.
Mereka meminta gambar yang diambil untuk dihapus, aku pun mendekat karena aku paling gak suka ditunjuk – tunjuk, aku merasa ini negara bebas tidak perlu minta izin untuk melakukan pengambilan gambar, dan gambar tersebut hanya untuk pemberitaan, selain itu ada kode jurnalistik yang masih memberikan rambu dan ketentuan tentang pengambilan gambar.
Lagipula managemen Hotel Sandjaya Palembang tempat aku melakukan peliputan memberikan keleluasaan penuh untuk mengambil gambar, kalo boleh jujur aku merasa sangat tersinggung dengan perlakuan dua orang tersebut yang menunjuk – nunjuk mukaku hingga 5 kali, aku pun memperlihatkan gambar yang kuambil dan kuberikan garansi tidak ada mukanya.
Tiba – tiba managemen hotel datang, dan lagi – lagi seperti mencari pembenaran, ibu yang entah siapa namanya itu, kembali marah – marah dan kembali menunjuk mukaku, orang hotel pun minta maaf, tapi aku terlanjur emosi dan mengeluarkan kata – kata “ARTIS BUKAN, PEJABAT BUKAN, BELAGU BANGET”.
Dan lagi – lagi karena orang itu emang suka cari perhatian, si Ibu ini langsung complain dan mengadu kepada reseption untuk masalah tersebut dan merasa keberatan dibilang “ARTIS BUKAN, PEJABAT BUKAN, BELAGU BANGET”.
Aku pun mendekat dan berakata “Apalagi si Mbak, aku sudah menghapus gambar mbak , disini tidak ada kan (sambil kembali memperlihatkan gambar yang kupastikan tidak ada gambar dia). Toh nyantai aja, orang yang mau masuk Tivi itu bahkan rela bayar”.
Dia marah kenapa aku tidak meminta hotel dan kenapa hotel bintang 4 seperti Sandjaya membebaskan orang mencari gambar. Dia kembali menunjuk mukaku, emangnya kamu gak tau soal HAKI. Aku berpikir … walah ni orang emang udah STRESS berat. Hmmm… daripada pusing, aku langsung minta maaf dan pergi dari hadapan Ibu tersebut.
Kupikir lebih baik ikut pepatah “DIAM ITU EMAS”. Hmmm … Sebenarnya tepatkah pepatah ini? Kondisi seperti yang kualami tadi benar, setidaknya untuk memberikan kesempatan kepada orang lain bicara. Namun, lagi – lagi DIAM bukan untuk membunuh kita. Kalau harus dikatakan ya katakanlah. “CALM DOWN AND KEEP SMILING” menghadapi orang yang sedang marah, dan memang sebaiknya kita diam dan mendengarkan dulu.
Ya memang berat , tapi DIAM tak selalu buruk. Saat dibutuhkan bicara, yang bicara, keluarkan pendapat, perasaan dan pikiran kita. Satu lagi yang perlu diingat “MULUTMU HARIMAUMU” .
“Orang yang berakal adalah kata – katanya dikuasai pikirannya dan orang – orang yang bodoh adalah pikirannya dikuasai kata-katanya”.
kali aja tuh orang buronan polisi, jadinya takut kalo gambarnya masuk tipi
IMHo, kalo aku diposisi mbak aku bakalan segera menyelesaikan masalah ini, karena kalo aku cuma diam dan berlalu pergi percuma. Bakalan tergiang-ngiang di kepala, ujung-ujungnya kerjaan gak beres dan makin menambah ‘dosa’ dengan mengumpat kejadian yang baru dialami ke orang-orang.
hajar aja zan.
mana orangnya ?
*sok preman 😀
yah masalahnya muka itu khan wilayah privat, so dalam kode etik jurnalistik bukannya wilayah privat tdk boleh di masuki secra sembarangan.
coba jgan ikutan emosi, tapi tanyakan baik-baik kenapa dia gak mau di ambil gambarnya.
Pelajaran berharga Zan. tetep semangat! 🙂