Marah itu mudah. Terpancing untuk marah dan mengomel atau membuat isyarat kasar dan mengumpat memang mudah. Namun bersikap pemaaf tidaklah mudah. Dan saya tidak membicarakan tentang memberikan pipi yang lain atau hal – hal semacam itu. Saya sedang membicarakan tentang melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Dan menjadi pemaaf.
Ada kisah dalam buku The Rules Of Life semoga bisa memberikan pencerahan:D
Baru – baru ini saya mengalami insiden di suatu hari libur. Seorang pengendara sepeda basah kuyub mengomeli saya karena dia pikir seseorang (bukan saya) telah mengemudi terlalu dekat dengannya dan hampir mendorongnya masuk selokan. Dia bersikap kasar, agresit, tidak keruan dan mengeluarkan kata-kata kotor. Saya coba untuk berbicara dengannya secara sabar karena saya dianggap telah bersalah, namun dia terus mengomel.
Kemudian dia berlalu dengan mengacungkan tinjunya pada saya sehingga sepedanya oleng. Dari dalam mobil saya tertawa. Saya merasa mudah memaafkan dia bukan atas dasar agama, namun karena saya tahu dia telah memilih hari libur yang salah.
Rupanya dia telah termakan rayuan bahwa bersepeda di hari libur sangat menyenangkan. Namun pedesaaan itu benar-benar berbukit dan telah seharian diguyur hujan. Dia lelah, basah, ngilu dan sangat kesal. Kenapa saya tidak dapat memaafkannya? Kalau saya secara bodoh memilih hari libur itu, saya juga akan mudah marah dan siap menghantam orang. Saya kasihan padanya dan dapat merasakan ketidakbahagiaannya.
Ya, dia memang menggunakan kata-kata kasar – terutama didepan anak – anak, Ya, dia agresif dan siap berkelahi. Namun dalam keadaan basah, kedinginan, dan menderita, dia juga seperti saya dan Anda. Siapa yang bisa menjamin bahwa kita tidak akan kehilangan kesabaran jika mengalami hal seperti itu?
Memaafkan tidak berarti kita harus terombang – ambing atau menerima hal-hal yang tak masuk akal. Kita dapat tetap mempertahankan martabat kita dan mengatakan, “Maaf, saya tidak perlu itu”, namun kita juga dapat berusaha memaafkan karena kita dapat melihat dari sudut pandang mereka.
Mungkin kata ‘toleran’ lebih tepat daripada kata ‘pemaaf’. Namun yang mana pun anda pilih, jangan pernah menyalahartikan kata tersebut dengan ‘ketidakberdayaan’. Kita masih dapat mengatakan, “Buang kata-kata kotor itu dan sepeda jelekmu,” sambil tetap merasa kasihan pada si idiot. Dia adalah orang baik yang melakukan hal yang buruk.
Ingat saja bahwa semua orang yang berhubungan dengan Anda yang berperilaku buruk mungkin mengalami hal – hal yang buruk sebelum bertemu Anda.
Menjadi pemaaf tidak berarti terombang – ambing
Yes, right!
Salam kenal…
iya salam kenal balik ^^
bener,, menjadi pemaaf bukan berarti menerima hal-hal yang tak masuk akal 🙂
bagimana qt bisa maafkan diri sendiri tas sega salah dan dosa yang diperbuat???
maaf yuk men ado kato2 yang salah..
mohon maaf lahir dan batin
*sungkeman
*eh ini lebaran ye 😀
ya saya maaf kan… lho… hihihihiih 😀
Memberi ‘maaf’ memang tidak mudah. Memaafkan saya rasa perlu pengorbanan, berkorban perasaan. Apalagi ‘kita’ dirugikan secara material, tentu saja memaafkan berarti berkorban secara material… 🙂
ada salah satu sahabat Rasulullah, yang hanya dengan memaafkan kesalahan orang lain dia masuk surga.
ketika Rasulullah mengatakan demikian, ada salah satu khulafaur Rhasidin yang ingin tau “ibadah apa yang fulan kerjakan?” sampai² Rasulullah mengatakan dia masuk surga.
semoga hati kita semua selalu mendapat bimbingan-Nya.
amiin…
lam kenal ea… 🙂
semoga hari ini bisa mengikhlaskan dan memaafkan kesalahan mereka yang telah melukai hati ini ^^
nais inpoh 🙂
“memaafkan bukan berarti melupakan”
hehe