Review Buku Three Cups of Tea (Tiga Cangkir Teh)

Three Cups Of TeaJudul Buku :Three Cups of Tea
Penulis :Greg Mortenson
Penerbit : Hikmah
Jumlah Halaman : 630 Halaman
Harga : Rp. 89.000
ISBN : 9789791141857
My rating: 5 of 5 stars

“Kau lihat betapa indahnya Al-Qur’an ini?” tanya Haji Ali.
“Ya” ujar Mortenson
“Aku tak bisa membacanya,” ujar Haji Ali. “Aku tak bisa membaca apapun. Inilah kesedihan terbesar dalam hidupku. Aku akan melakukan apa saja agar anak-anak di desaku tak perlu merasakan kesedihan yang sama . Akan kubayar berapa pun supaya mereka bisa mendapatkan pendidikan yang menjadi hak mereka .”

[dialog di suatu malam tatkala bangunan sekolah yang diprakarsai oleh Greg Mortenson telah berdiri]

Mortenson yang berkebangsaan Amerika Serikat padamulanya hanyalah seorang perawat yang menekuni hobi mendaki gunung. Pada tahun 1993 pada waktumengikuti ekspedisi pendakian di salah satu puncak tertinggi di dunia (K2) di komplek pegunungan Himalaya, kegagalan menimpanya. Dia tersesat selama beberapa hari , mengalami keletihan kronis dan kehilangan 15 kg bobot tubuhnya. Tertatih-tatih menuruni gunung selama tujuh hari nasib membawanya ke Desa Korphe, desa miskin paling terpencil di wilayah Pakistan yang bahkan letaknya belum teridentifikasi dalam peta. Di gubuk Haji Ali , Mortenson dirawat dengan penuh perhatian dan diperlakukan selayaknya tamu istimewa dengan diajak minum teh bersama.

Ada suatu tradisi di wilayah tersebut apabila seseorang telah diajak minum teh bersama, cangkir pertama masih orang asing, cangkir kedua adalah teman, dan cangkir ketiga telah menjadi anggota keluarga yang akan senantiasa dilindungi bahkan dengan nyawa mereka sekalipun.

Ketika sedang berjalan-jalan sambil memulihkan kondisinya, ada yang mendera batinnya dan menyentuh sisi kemanusiaannya yang paling dalam. Dia melihat anak-anak di desa tersebut bersekolah : duduk melingkar , berlutut di atas tanah yang membeku , dalam udara yang dingin , namun tidakkehilangan semangat dalam mengikuti pelajaran. Melihat kenyataan seperti itu dan merasa telah berhutang budi karena telah dirawat dan diperlakukan dengan istimewa , Mortenson meletakkan tangan di pundak Haji Ali dan berkata, “Aku akan membangun sebuah sekolah untuk desa ini, Aku berjanji”.

Jalan hidup terkadang berubah tak terduga. Sampai di Amerika dia bertekad mengumpulkan dana untuk memenuhi janjinya tersebut. Beratus-ratus surat dia kirimkan kepada lembaga-lembaga sosial namun belum ada jawaban yang memuaskan. Pada akhirnya titik cerah datang ketika Dr. Jean Hoerni , seorang doktor dari Cambridge perancang sirkuit terintegrasi dan cikal bakal chip silikone (yang melambungkan nama Intel), bersedia mendanai proyek tersebut.

Hubungan antara Mortenson dengan Hoerni berkelanjutan, atas saran Hoerni lembaga CAI (Central Asia Institute) atau Institut Asia Tengah didirikan. CAI mengkhususkan membangun sekolah di desa-desa terpencil wilayah Asia Tengah khususnya Pakistan dan Afganistan yang kurikulum pendidikannya diserahkan sepenuhnya pada sekolah unggulan pemerintah setempat. Staf CAI di Pakistan, baik dari golongan Sunni , Syiah ataupun Ismailiyah bahu membahu demi tercapainya pendidikan bagi anak-anak di desa-desa terpencil tersebut.

Tidak semua kegiatan berjalan lancar, pasti ada kendala yang menghadang. Salah satunya berasal dari mullah (petinggi agama) di salah satu desa yang menolak sekolah bagi anak perempuan. Sekolah yang sudah jadi dihancurkannya. Namun berkat dukungan salah satu petinggi agama di Pakistan, Syed Muhammad Abbas Risvi kendala tersebut dapat diatasi. Bahkan Peradilan Syariat’pun mengalahkan fatwa mullah desa tersebut. Peradilan mengharuskan mullah desa untuk segera mencabut fatwa tersebut.

“Suatu kemenangan yang sangat mengharukan,” kata Mortenson. “Di sini, pengadilan Islam di Pakistan yang konservatif memberikan perlindungan bagi seorang Amerika, pada saat Amerika menahan Muslim tanpa tuduhan apapun di Guantanamo, Kuba, di bawah apa yang disebut “sistem peradilan” kita .”

“Yang terhormat Pelindung Kaum Miskin dan Papa,” suara Syed Abbas pada waktu membacakan fatwa hasil kesepakatan ulama.

“Al Quranul Karim yang suci mengajarkan pada kami bahwa semua anak harus menerima pendidikan yang layak, termasuk putri-putri serta saudari-saudari kami para muslimah . Kerja Anda yang luhur itu mengikuti ajaran serta prinsip tertinggi dalam Islam , yaitu memelihara fakir miskin serta mereka yang membutuhkan. Di dalam Al Qur’an yang suci tak terdapat satu pun hukum yang membatasi seorang “kafir” untuk membantu saudara-saudari kami, muslimin dan muslimat”,

“Aku berharap orang-orang Barat yang salah paham tentang kaum Muslimin bisa melihat segala perilaku Syed Abbas hari itu,” ujar Mortenson. “Mereka akan segera sadar bahwa sebagian besar orang yang benar-benar melakukan ajaran sejati Islam, bahkan mullah konservatif seperti Syed Abbas sekalipun , meyakini perdamaian dan keadilan , bukan teror. Seperti Taurat dan Injil mengajarkan kepedulian pada mereka yang membutuhkan , Al Quran memerintahkan seluruh umat Islam untuk merawat janda-janda, anak yatim piatu, dan pengungsi sebagai prioritas utama.”.

Sampai sekarang telah berdiri lima puluh lebih sekolah , di wilayah terpencil di Asia Tengah atas prakarsa CAI.

Catatan perjalanan Greg Mortenson akhirnya dijadikan sebuah buku dengan judul Three Cups Of Tea yang menjadi Best Seller di Amerika, dan telah diterjemahkan dalam edisi Indonesia dan diterbitkan oleh penerbit Hikmah.

“Saudara kita datang dari jauh untuk memperlihatkan pada anak-anak muslim kita, cahaya indah dari pendidikan”, ujar Syed Abbas. “Mengapa kita tidak sanggup memberika perndidikan memadai pada anak-anak kita sendiri? Para ayah, orang tua, aku menghimbau kalian untuk mendedikasikan seluruh usaha , tenaga, dan komitmen untuk menjaga anak-anak kalian mendapat pendidikan. Kalau tidak , mereka hanya akan sekedar berkeliaranan di ladang, layalnya domba, tergantung pada kebaikan hati alam raya dan dunia yang berubah sedemikian cepatnya di sekitar kita .”
“Aku meminta Amerika menatap jauh ke dalam hati kami, “, Abbas melanjutkan, suaranya bergetar oleh emosi, ” dan melihat bahwa sebagian besar dari kami bukanlah teroris, hanyalah orang baik dan sederhana. Negara kita dihantam kemiskinan karena kita tidak terdidik dengan baik. Akan tetapi hari ini, satu lagi pelita pengetahuan telah dinyalakan. Dengan nama Allah yang Maha KUasa , semoga cahaya ini menerangi jalan kita untuk keluar dari kegelapan yang selama ini mengurung kita”.

[pidato Syed Abbas, pada peresmian salah satu sekolah yang diprakarsai CAI di Kuardu, di Kaki Gunung Himalaya]

Alangkah indahnya suasana tersebut orang-orang berbeda ras,agama, warna kulit bersama-sama bekerja untuk kemanusian , demi tercapainya pendidikan untuk anak-anak terpencil.

View all my reviews

1 thought on “Review Buku Three Cups of Tea (Tiga Cangkir Teh)”

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Translate »
HTML Snippets Powered By : XYZScripts.com